Jejak Indah Di Gedung Putih


            Lama aku berdiri termangu melihat tingkah laki-laki yang membuat hari-hariku tersenyum. Senyum dalam kerahasiaan tanpa ada yang tahu selain Tuhan. Dari kejauhan memandangnya, dengan kursi roda yang menemaniku. Benda itu saksi akan kesendirianku, mengantarkan ke tempat yang aku tuju.
 Sudut lorong ruangan adalah area yang sering aku sambangi ketika membutuhkan refresh saat penat. Ratih Dewantri namaku, harus menjalani keadaan yang sudah digariskan oleh Tuhan. Kecelakan kerja yang aku alami, membuat kaki kiriku harus berurusan dengan bau khas rumah sakit. Terapi untuk bisa tetap berjalan dan program yang diciptakan pihak dokter, supaya aku secepatnya untuk sembuh.
 Hampir tiga minggu berada ditempat menjenuhkan ini, namun ada seorang yang mampu membuatku kembali semangat untuk sembuh. Dokter Galih, nama yang selalu aku ingat dikepala, yang membuatku ceria dan tersenyum. Usia yang tak jauh dengan diriku, masih dibilang muda. Kesabaran dan keramahannya hanyutkan diri yang terbaring sakit. Khayalan demi khayalan tentang pesonanya menganggu pikiran dan hati.
Aku mungkin salah satu pengagum rahasia (secret admirer) Dokter Galih. Tak lebih karena aku sadar akan kekurangan yang telah ditakdirkan.
“Ratih, ayo kembali ke kamar kamu, saya akan periksa kakimu lagi,” seru dokter Galih datang menghampiriku yang didampingi seorang suster
“Iya dok,” jawabku sambil menjalankan kursi roda untuk balik ke ruangan. Sontak aku kaget, dokter Galih berjalan di belakangku dan memegang kursi roda untuk mendorongku. Perasaan senang kembali memesona wajahku.
“Jika kamu bosan dikamar, ingin mencari suasana baru lagi ada tempat yang harus kamu datangi,” tutur Dokter Galih memberikan saran untukku.
Ya selama di rumah sakit, aku hanya bisa datang ke sudut lorong-lorong saja. Orang tua dan saudara menemaniku hanya malam, karena kesibukan mereka mencari tambahan biaya pengobatanku. Aku harus tetap mensyukuri bahwa Tuhan masih sayang kepadaku. Dengan kejadian ini, mungkin aku harus memperbaiki hubunganku dengan Sang Maha Pencipta.
Kesibukan kerja, membuatku sering melanggar apa yang diperintahkan oleh-Nya. Ya ini adalah sebuah teguran dari Tuhan, agar aku lebih dekat dan terus mengingatnya. Sesibuk apapun itu, harus menghadirkan Tuhan dalam setiap aktivitas yang aku lewati.
“Di manakah itu dok?” tanyaku penasaran.
“Nanti, saya antarkan kamu ke sana. Pasti kamu akan senang.”
“Wah...tempat seperti apa itu dok, saya penasaran banget dok.
“Tunggu besok ya,”
“Siap dok,” senyumku kepada dokter Galih yang super baik kepada pasiennya.
Kaki kiriku, kembali diperiksa. Perban mulai diganti, rasa sakit masih menusuk ditulang-tulang. Sempat berpikir pertama menerima kenyataan kaki kiri tak bisa digerakkan, “apakah aku tak bisa jalan lagi?”.
Dengan keputusasaanku, dokter Galihlah yang memberikanku semangat untuk kembali jalan lagi. Meskipun, masih melalui terapi yang membutuhkan waktu lama.
**
            Malam berlalu cepat, pagi kembali menyapa dengan segala harapan dan keinginan. Hari ini, tepat yang dijanjikan oleh dokter Galih akan membawaku pergi ke suatu tempat rahasia yang menurutnya indah. Rasa tak sabar. Mengamati tiap detik jarum jam yang berputar.
“Kemana dokter Galih, kok belum datang-datang juga,” lirihku sambil mendorong kursi roda menuju ke arah pintu kamar. Ayah ibu sudah meninggalkanku sendiri diruangan, tinggal kakakku Farhan yang masih tertidur di lantai beralaskan karpet. Pumpung masih pagi, aku berharap dokter akan segara datang.
Detik berlalu dengan cepat, namun dokter Galih tak kunjung datang menepati janjinya. “Apakah lupa ya dokter Galih. Bodohnya aku tidak menanyakan jam dia akan datang kemarin.”
Aku kembali ke kamar dengan perasaan sedikit kecewa. Langsung aku raih novel yang dibawa kak Farhan, untuk melupakan tempat yang akan membawaku nanti.

 #ODOP





            

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegagalan

MENUNGGU CINTA DATANG DI WAKTU YANG TEPAT

Rindu Suasana Kerja Yang Dulu