Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

JILBAB MERAH JAMBU

          Adzan subuh mengema bersahut-sahutan di pelosok Kota Pacitan.   Celah-celah fajar pun mulai merangkak ke sisi barat. Udara pagi begitu segar. Berlahan aku terbangun dan bergegas mengambil air wudlu untuk melaksanakan sholat jamaah   dengan para santri di Pesantren Al-Anwar tempatku menimba ilmu sekarang. Aku berada di Pesantren Al Anwar karena wasiat almarhum Bapak yang menginginkan diriku untuk lebih mengenal agama. Awalnya aku ragu dengan apa yang menjadi keinginan Bapak. Namun setelah aku mencoba untuk berada di sini aku merasa nyaman dan bahagia. Aku sangat merasa bersyukur, ilmu yang diajarkan bermanfaat dunia akhirat. Itu menurutku. Masih ingat setahun lalu ketika Bapak harus menderita tumor ganas sampai beliau meninggalkan ibu, aku dan Kak Akbar selama-lamanya. Waktu itu usiaku baru akan menginjak 16 tahun. Cobaan yang harus kami terima dan mengikhlaskan Bapak kembali ke sisi Sang Pembuat Skenario Hidup. “Zahra, kamu putri ayah satu-satunya. Bapak ingin Zah

Yakinlah

Arah angin tak lagi sama, hidupku dan hidupmu berbeda tujuan. Cita-citaku sesungguhnya bukan di sana, melainkan ada di seberang yang masih belum bisa terjangkau. Pasti setiap orang mengharapkan kesuksesan dan perubahan di dalam hidupnya.   Tempatku sekarang sebagai ladangku mencari kebutuhan untuk hidup. Bisa dikatakan aman untuk sekarang tapi belum tentu aman untuk ke depannya. Persepsi yang berbeda-beda. Maafkan jika aku harus berpisah dengan dirimu lagi dan lagi. Aku sudah cukup bertahan lama berada ditempat ini. Pikiran (Pesi)mis mendera lagi berperang dengan (Opti)mis.   “Jangan hentikan aku Pesi!” teriakan Opti pasti. Pesi mulai mengusik. “Sebentarr Opti? Kamu ingin jadi apa dengan keadaanmu sekarang hah?” “Yang jelas aku ingin keluar dari keadaan ini Pesssssi”, tekan Opti yakin. “Oh..kamu ingin keluar, apa kelebihanmu?” Pesi yang tak kunjung berhenti mencercaku.   “Tolong, aku pinta jangan hentikan diriku yang ingin berubah,” bela Opti. Kembali lagi Pesi meny

Seninku

Mata serasa lengket dibuka, badan berat untuk digerakkan. Dinginnya pagi, membuatku masih menikmati selimut dan guling, seperti lem masih rekat ditubuhku. Efek samping libur lama, magek (males gerak) mewabah didiriku. Kembali sang Senin siap memberikan capek dengan seambrek aktivitas. Gelap mulai berlalu dan tergantikan langit dengan semburat warna langit kebiruan. Mentari merangkak cepat dan lalu lalang anak sekolah terlihat di depan rumahku. Aku tak ingin ketinggalan untuk ikut berlalu lalang mengejar waktu dan tancap gas bergegas berangkat sebagai buruh kantoran. Sampai di kantor pun, umat belum banyak yang berdatangan. “Kok masih sepi saja, perasaan aku tadi sudah kesiangan?” sambilku bersalaman dengan Mbk Yeni teman kerja. “Iya nih Mud, mungkin efek liburan nih,” timpal Mbk Yeni” Di ruang hanya ada beberapa orang yang sudah duduk santai dan ngobrol. Namun selang beberapa menit sudah banyak yang berdatangan. Bel apel pagi pun berbunyi, petanda karyawan-karyawati har

Bolehkah Aku Panggil Mz. Coffy?

Gambar
“Mz Coffy”.   Bibir ini tak lepas dari kata itu. Sebutan untuk seseorang yang merubah hidupku akhir-akhir ini.   Namun aku lebih suka memanggilnya Mz Coffy daripada namanya asli yaitu Mz Rinat.. Berawal dari secangkir kopi yang menjadi minuman kesukaan. Aku tertarik dengan apa yang menjadi kesukaannya. Secangkir kopi yang kuhidangkan membuat rindu untuk melakukannya lagi. Mungkinkah aku merindukannya?. Tak tahulah. Senyuman manis yang baru pertama aku lihat dan serasa itu sebuah kebahagiaan, ketika diam-diam aku mengintip dia memnimum secangkir kopi yang aku hidangkan untuknya.   Itu hanya perasaanku sajakah. Cukup senang aku melihatnya. Ingatan ini masih lekat dengan proses ketidaksengajaanku   bertemu Mz Coffy. Kejadian   membuatku kesal jika   harus berhadapan dengannya. Gara-gara kecerobohanku menumpahkan segelas kopi ke bajunya. Sontak dengan wajah malu, aku minta maaf sambil membersihkan baju yang terkena tumpahan kopi. Tak aku sangka raut mukanya berubah dengan sediki