JILBAB MERAH JAMBU



          Adzan subuh mengema bersahut-sahutan di pelosok Kota Pacitan.  Celah-celah fajar pun mulai merangkak ke sisi barat. Udara pagi begitu segar. Berlahan aku terbangun dan bergegas mengambil air wudlu untuk melaksanakan sholat jamaah  dengan para santri di Pesantren Al-Anwar tempatku menimba ilmu sekarang.
Aku berada di Pesantren Al Anwar karena wasiat almarhum Bapak yang menginginkan diriku untuk lebih mengenal agama. Awalnya aku ragu dengan apa yang menjadi keinginan Bapak. Namun setelah aku mencoba untuk berada di sini aku merasa nyaman dan bahagia. Aku sangat merasa bersyukur, ilmu yang diajarkan bermanfaat dunia akhirat. Itu menurutku.
Masih ingat setahun lalu ketika Bapak harus menderita tumor ganas sampai beliau meninggalkan ibu, aku dan Kak Akbar selama-lamanya. Waktu itu usiaku baru akan menginjak 16 tahun. Cobaan yang harus kami terima dan mengikhlaskan Bapak kembali ke sisi Sang Pembuat Skenario Hidup.
“Zahra, kamu putri ayah satu-satunya. Bapak ingin Zahra melanjutkan ke pesantren ya, “pinta Bapak sambil mengucap rambutku.
Aku tak segera menjawab. Saat itu aku hanya bisa menatap beliau yang terbaring tak berdaya melawan tumor ganas.  Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya anggukan sambil aku meneteskan air mata. Perasaanku berkecambuk.Orangtua yang paling aku sayangi, pahlawan keluargaku.  Tetesan masih mengalir, dan diriku belum siap kehilangan.
Namun takdir telah tertulis oleh Sang Maha Pencipta. Manusia pada akhirnya harus kembali. Bapak tlah pergi dan hanya sesosok wajah ibu yang tabah menerima kepergian beliau. Begitu kuatnya diri ibu. “Ya Robb, terimalah amal baik bapak, ampunilah dosa-dosanya, beerikan tempat terindah-Mu Ya Robb.” Lirihku berdoa mengantarkan kepergian beliau.
          “Akbar, Zahra bapak sudah bahagia, sudah tenang di sana, ikhlaskan kepergiannya,” kata ibu menghiburku.
“Iya bu, pasti bapak sudah ketemu dengan Kekasih sesungguhnya,” jawab Kak Akbar yang masih meneteskan air mata.
“Zahra janji akan selalu membuat bapak bangga di sana,” kataku kepada Kak Akbar dan Ibu.
Selang 3 bulan kepergian beliau. Sebelum aku melanjutkan ke pesantren, sesuai wasiat bapak. Aku mulai belajar untuk menggunakan jilbab. Bapak berpesan juga untuk mulai belajar menutup aurat. Itulah keingian beliau untuk anak putri satu-satunya. Dengan menutup aurat, akan menjaga kehormatan seorang wanita. Aku niatkan dalam diriku semoga ini langkah awal untuk menjadi orang yang lebih baik lagi.
Ketika ultahku ke 16 tahun. Tak ada perayaan spesial, semenjak Bapak pergi. Tapi aku merasa senang bisa berkumpul dengan Ibu dan Kak Akbar. Walaupun hanya potong tumpeng, aku cukup bahagia. Satu hal lagi yang membuatku suprize. Kado dari almarhum Bapak yang diberikan ibu kepadaku.
“Zahra, Bapak menitipkan bingkisan ini kepada ibu untuk Zahra. Putri satu-satunya kesayangan.”
Dengan rasa penasaran apa isi dari kado yang dipegang ibu. Aku tersenyum bahagia.” Wah..Bapak ngasih bingkisan buat Zahra?”. Seakan tak percaya dengan kejutan yang diberikan oleh ibu saat itu.
“Iya Zahra. Ini kado spesial buat Zahra, khusus untuk ulang tahun ke 16” kata ibu lagi.
Jantungku berdebar kencang. “Terima kasih Bapak.” Aku pun membuka dengan hati-hati. Tak aku sangka. Jilbab merah jambu.
“Wah..cantik banget jilbabnya Zahra, pasti adikku ini kelihatan tambah caem kalau pakai jilbab, “goda Kak Akbar.
Aku hanya senyam-senyum. “Ini untuk Zahra bu?,” tanyaku lagi seakan masih belum percaya.
“Iya, Zahra. Sambil mencubit pipiku untuk menyadarkanku. Bapak sangat menginginkan Zahra menggunakan jilbab. Belajar untuk menutup aurat. Kita sebagai orang muslim diwajibkan bagi perempuan untuk menutup aurat Zahra. Jadi Bapak ingin Zahra untuk berhijab.”
Aku sangat terharu. “terima kasih untuk jilbab merah jambu ini, sampaikan kepada beliau yang tenang di atas sana ya Rabb”. Zahra pasti akan memakainya. Terima kasih juga buat Ibu. Sambil memeluk ibu bahagia.  Semoga Bapak bahagia di sana ya bu.”  
Sekarang pun aku sudah merasakan kenikmatan menggunakan jilbab. Menemukan kebahagiaan bersama santri-santri di Pesantren Al-Anwar. Mendapatkan banyak ilmu tentang agama. Satu hal yang saat ini aku lakukan, berlahan belajar menghafalkan Al-Qur’an. Itulah keinginanku untuk bisa membuat bangga Bapak di sana. Ya Robb..semoga Engkau memberikan rahmat dan karunia-Nya kepadaku dan keluarga hamba.
Suara iqomah yang dikumandangkan muadzin, menandakan sholat jamaah subuh segera dimulai.  Selepas sholat tak lupa ku memanjatkan doa untuk almarhum Bapak. Sungguh aku sangat merindukanmu. Wajar jika tiap kali aku berdoa, terkadang aku tak kuasa untuk tidak menitikkan air mata. Begitu lega dan terasa lebih tenang ketika mencurahkan isi hati kepada Allah SWT.  semoga kita bertemu dan berkumpul di surga-Nya. Amin.
#ODOP





Komentar

  1. Jadi inget Bapak.... T_T
    Mirip kek kisahku, jadi baper...

    BalasHapus
  2. iya..berjilbab salah satu cara menyelamatkan saudara laki-laki kita di tarik amsuk neraka

    inget ayah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali mbk..semoga kita dapat memberikan yang terbaik buat keluarga kita amin

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegagalan

MENUNGGU CINTA DATANG DI WAKTU YANG TEPAT

Rindu Suasana Kerja Yang Dulu