Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Tluvalley

Gambar
Selamat hari senin teman-teman odop... Sedikit cerita saja nihh...tapi bukan cerita bersambung kayak cerpen ya(hehehe).  Efek weekend kemarin cukup buat kakiku mrengkeleng. Sabtu pagi, dua temanku yang bernama Pupud dan Frendi sudah meramaikan Hpku. Ya pagi ini kita sudah merencanakan untuk mbolang, menyusuri salah satu wisata baru yang terdapat di Pacitan. Memang Pacitan memiliki banyak sekali wisata yang tersembunyi tak salah kalau disebut sebagai Pacitan Paradise of Java. Pantai, Goa, Monumen bersejarah menjadi destinasi Pacitan. Bunyi chat BBM tanda Ping   12 kali dari Pupud mengagetkanku. Jam 04.16, itu masih pagi.  Chat berulang untuk bangun tetap belum aku baca. Magnet kasur dan selimut masih kuat ditubuhku. Maklum kebiasaan hari libur, masih magek (Males Gerak). Meskipun pasang alarm tetap saja aku kacangi. Selang beberapa jam gantian Frendi yang nge-Ping . Tahu tidak teman-teman aku masih ngantukkkk bangettt. Akhirnya jam 05.00 aku berajak bangun dan bergegas ce

Lukisan Senja Bagian 10

Gambar
Deburan ombak yang terdengar jelas,  hempas angin laut terasa kencang. Silaunya mentari menyambut kedatanganku dan Delia di Pantai Teleng Ria. Ya aku rindu aroma pantai yang menyejukkan ini. Terakhir kusambangi di daerah Pantai Watu Karung yang jarak tempuhnya tak jauh dengan rumahku. Akibat tersita dengan aktivitas semester 8, aku jarang sekali pergi ke sana lagi. Tetapi hari ini aku pergi ke pesisir Pantai Teleng Ria Pacitan bersama Delia. Jaraknya kurang lebih 6 km dari kota Pacitan. Ingin suasana yang berbeda untuk menatap senja. Hanya berjalan berdua dengan sahabat tetap membuat rasa bahagia. Sepeda matic yang aku kendarai dengan Delia akhirnya terparkir di pinggiran jalan. “Hmmm...sejuk rasanya,” Delia melentangkan kedua tangannya, mata terpejam merasakan tiap hembusan angin yang lewat. “aarggggghhhhhhh...,” teriakku kencang melepaskan kepenatan dan membuat Delia meloncat kaget. “Wooooiii Hann, kamu ni ngagetin aku saja,” seru Delia menatapku. “Hehehe...maaf,”

Lukisan Senja Bagian 9

Lukisan Senja Bagian 1 Lukisan Senja Bagian 2 Lukisan Senja Bagian 3 Lukisan Senja Bagian 4 Lukisan Senja Bagian 5 Lukisan Senja Bagian 6 Lukisan Senja Bagian 7 Lukisan Senja Bagian 8 Ok..penguji skripsi sudah ngebantai diriku selama 30 menit. Plonggggg bangettt rasanya, pertanyaan   demi pertanyaan telah dijawab meskipun ada salah satu yang belepotan. Semoga hasilnya nanti memuaskan. Doa anak sholeh...hehehe. Sekarang giliran Delia untuk menghadap penguji. Sambil menunggu sahabatku tersebut aku memberikan kabar kepada Rama. Mungkin dia juga sedang menanti kabarku. Jari jemari tangan sudah berselancar di chat BBM. Hani : Hayyy Rama...alhamdulilah ak udh selesai ujian Rama: Alhamdulilah, gmn td? Lancarkan? Hani: Alhamdulilah lancar duunkk..:) Rama: Pasti kamu bisa Han, muga hasilnya memuaskan. Hani : Amin          Oh ya ne nanti aku sama Delia mau ke pantai, kangen lama gk liat sunset. Rama: Wah..wah..gk ngajak-ngajak. Coba aku di Pacitan, pasti ngikut.:(

Mutiara di Pelosok Negeri Bagian 4

Mutiara di Pelosok Negeri Bagian 1 Mutiara di Pelosok Negeri Bagian 2 "Tempat Baru" Mutiara di Pelosok Negeri Bagian 3 Dua minggu setelah ku dinyatakan lolos pendaftaran di STKIP PGRI Pacitan, akhirnya hari ini aku menjalankan test masuk perguruan tinggi. Aku kembali izin bekerja, alhamdulilah pihak toko memperbolehkan diriku. Meskipun rasa hatiku sering tak enak dengan karyawan lainnya. Aku yakin Tuhan akan memberikan kepada hambanya untuk menuntut ilmu. Pagi yang membawa secercah harapan dan asa. Semenjak subuh, ibu sudah bangun dan mempersiapkan sarapan pagi. Sebagai keluarga yang sederhana, diriku sangat bersyukur Bapak Ibu masih memberikan semangat. Hanya restu dari orang tua yang menjadi harapanku. Tubuh ibu semakin menua. Masa senja yang masih kuat menjalankan aktivitas.             “Mulai testnya nanti jam berapa nduk?” tanya ibu dengan tangannya membawa sepiring makan untuk bapak. “Jam 8 buk, insyaallah hari ini Nisa izin dulu kerja.” Jawabku saat menyia

Mutiara Di Pelosok Negeri Bagian 3

Mutiara di Pelosok Negeri Bagian 1 Mutiara di Pelosok Negeri Bagian 2 "Tempat Baru" Pendidikan adalah hal yang utama bagiku. Masih banyak yang menganggap remeh, jika anak tukang bangunan tak dapat melanjutkan kuliah atau berpendidikan tinggi. Ya awalnya memang merasa minder dan tak yakin. Aku ingin mematahkan anggapan negatif itu. Ingin membuktikan bahwa aku pasti bisa.  Tak ada yang tak mungkin, semua atas kehendak Tuhan.            Detik ini aku mulai awal kisahku berada dilingkup bangku kuliah. Sepeda onthelku setia untuk mengantarkan ke kampus untuk pendaftaran calon mahasiswa baru. Jarak tempuh yang tak jauh. Wajah asing aku temui di beberapa sudut ruangan. “Adik mau pilih jurusan apa,” seorang panitia bertanya sambil menyodorkan formulir kepadaku. “Iya mbk, sebentar saya akan membaca tiap jurusan dulu,” jawabku dengan mengambil brosur yang disediakan panitia. Gerombolan pendaftar telah memenuhi ruang pendaftaran. Mataku mengarah mencari tempat duduk, untuk

Lukisan Senja Bagian 8

Degub jantung kian kencang menyelimuti diriku. Hari yang sangat menegangkan dalam kehidupanku. Perjuangan selama 4 tahun bertemu dengan titik final. Karya yang tersusun selama beberapa bulan pada akhirnya dipertanggungjawabkan kepada penguji. Tanganku mulai  berkeringat, sesekali aku mengusapnya dengan tissu . Penguji memanggil satu persatu peserta ujian. Untungnya aku bukan yang pertama maju, jadi masih ada waktu untuk mempersiapkan diri dan belajar memaparkan karyaku nanti. Delia, sahabatku menghampiriku dengan membawakan air minum. Mungkin dia juga merasakan ketegangan. “Han, ini minum dulu biar gak grogi,” Delia menyerahkan sebotol air yang digengamnya sedari tadi. “Makasih say. Beneran grogi kie, moga saja nanti ngadepi penguji gak demam panggung,” tegukan pertama air minum menyegarkan mulutku. Delia yang masih berdiri, mencari sedikit celah untuk duduk disampingku. Teman-teman lainnya sudah bergerombolan duduk lesehan di tangga. “Kalau sudah ngadepi penguji,

Lukisan Senja Bagian 7

Bertemuanku kembali dengan Rama berlanjut. Berawal dari kesamaan menyukai senja pantai, menyukai tempat yang sama. Namun diri ini masih enggan untuk membuka teman lelaki baru. Ya takut akan rasa sakit yang pernah aku lalui dulu, sampai tak sanggup melupakan Andik. Singgah selama bertahun-tahun, bukan waktu yang singkat untuk melupakan. Memang Rama lelaki asli Jogja ini sosok yang memberikan getaran yang  berbeda dilubuk hatiku. Dua kali berjumpa, bukan hanya kebetulan melainkan juga takdir. Setelah pertemuanku di kampus, Rama meminta pin BBM. Berawal dari sinilah Rama mulai akrab dengan diriku, meskipun dia sudah kembali pulang. Perhatiannya mulai terlihat dari cara-cara yang tak pernah aku duga sebelumnya. Selang beberapa minggu, ujian skripsi sudah ada di depan mata. Rama aku coba tinggalkan dulu, sampai pernah tidak aku respon  karena kesibukanku menyiapkan berkas yang akan menjadi penentuanku ujian. Getaran HP kembali mengusikku disaat jam-jam repot berhadapan dengan sang dos

Amarah

Tahukah apa yang ku pinta? Bukan harta dan tahta Melainkan waktu Sudikah kau meluangkan waktu untuk ku? Terdiam kembali. Rasa hatiku berbeda, Kecewa tapi kutepis Caramu bukan untukku,  Tetapi untuk keegoisanmu Tiada berubah sedari dulu Letupan emosi menyentuh alam bawah sadar Amarah ini, terlontarkan Tercurahkan... Tiada mungkin pernah kau lihat.. Mungkinkah kamu memberikan kejutan, Mereda tetesan amarah.. Api tersiram aliran air.. Menyentuhkkan relung yang pernah dikecewakan Tertunduk merenung Menyadari kekhilafan  butir bening yang kau beri Berulang ... Harap bahagia, lukis duka.. Waktu damaikanlah hatiku Mengertilah, aku masih berjuang sendiri #onedayonepost #nyicilhutang #PUISI #AMARAH

Kala Embun Menyapa

Laksana embun yang datang setiap pagi, Menyejukkan.. Daun akan basah olehnya.. Menyegarkan... Bunga-bunga bermekaran Pelukan embun yang merindu Merambah sukma tanaman Enggan melepas, tapi harus Enggan menghilang, namun ingin tetap bersama Sinar kuning beranjak berlahan menghiasi cakrawala, Tatapan kilauan menyebar, kepenjuru bumi Mengeringkan embun yang tak ingin lepas “Ah..bisakan aku tetap disini?”, embun merajuk kepada pagi. Detik berlalu, melesat tak berbekas Dan esok akan kembali berjumpa. Tampak singkat moment indah itu Lingkar hidup yang tertuliskan Hadir membawa pesona Teduhkan jiwa yang memandang Teduhkan jiwa yang merasakan Menikmati alam yang tercipta, Syukur selalu mengema. #onedayonepost #PUISI #utangtulisan

Lukisan Senja Bagian 6

Berlalu, petang sudah menjemputku untuk segera pulang. Perkenalanku dengan Rama sore tadi membuat warna yang berbeda. Tuhan menuliskan takdir dan alur hidup seseorang. Mungkin ini juga jalan takdirku berjumpa dengan orang itu. Ya ..Rama. “Ayo kita pulang..perempuan tidak baik berlama-lama di pantai?,” sindir Rama, membuatku geli. “Yeeee...rumahku dekat, kalau ada yang jahat denganku tinggal teriak,” tandasku. Aku tak takut untuk pulang, jaraknya tak terlalu jauh. “Terus kamu pulang kemana?”. “Cieee mw tahu ya..,”  canda Rama buatku salah tingkah. “Ndak jadi tanya kalau gitu,” jawabku acuh. Rama tersenyum, aku pun beranjak untuk segera pulang tanpa memperdulikannya. Langkahku bergas cepat, sedikit berlari. “Sampai berjumpa lagi Hani..?”, teriak Rama dengan melambaikan tangan. Aku hanya mengacungkan ibu jari, bertanda oke jika Tuhan menakdirkan untuk bertemu. Langit telah berganti cepat, senyum ketenangan menghiasi wajahku. Sesampai di rumah terbayang paras Rama, namun seketika k

Lukisan Senja Bagian 5

Lukisan Senja Bagian 1 Lukisan Senja Bagian 2 Lukisan Senja Bagian 3 Lukisan Senja Bagian 4 Potongan-potongan karang dan kerang bertebaran dipinggiran pantai, hempasan ombak membawanya sampai ke tepi. Sesekali aku melirik, barangkali ada yang unik dan  membuatku untuk memunggutnya. Alam memberikan manfaat yang terkadang barang yang tak berharga menjadi berharga. Seperti kerang kecil yang terdapat di pantai ini, dapat dimanfaatkan sebagai hiasan dan bingkai  foto. Memang semua tergantung kreatifitas manusianya dan keinginan untuk mengubah sesuatu yang bernilai.       Lelaki yang bernama Rama belum meninggalkanku, setengah jam berjalan menyusuri pantai kemudian singgah di bebatuan karang. Tubuh jangkungnya melangkah cepat. Ketika air laut surut banyak bebatuan yang bermunculan menampakkan diri. Sepasang mataku masih tertuju pada lelaki yang beberapa menit ku kenal. “Kenapa kamu suka pantai ini?” tanyaku penasaran.  “Tempat ini menyenangkan dan indah. Aku sangat suka pantai,”

Lukisan Senja Bagian 4

Gambar
Lukisan Senja Bagian 1 Lukisan Senja Bagian 2 Lukisan Senja Bagian 3 Senja yang berbeda Ke dalam tiadaanmu, aku harus melalui tanpamu. Ikhlas ia, bukankan hidup ini pilihan. Hati selalu berbeda dengan kemarin.  Memang sangat sulit untuk melewatinya. Melupakan kenangan dan harapan. Aku yakin garis skenario Tuhan pasti akan indah pada waktunya. Dengan senja aku dapat mencari ketenangan. Karena itu aku mampu menatap esok yang jauh lebih baik dari yang tak pernah aku pikirkan. Aku berencana senja nanti ingin kembali ke Pantai Watu Karung. Sendiri, tanpa Hamdan yang biasanya menemaniku. Berbeda hari ini, aku datang lebih awal dari sebelumnya. Masih banyak lalu lalang para nelayan yang pergi melaut. Suara deru mesin menggema. Mentari merangkak berlahan, cuaca cerah. Kain yang melekat di kepalaku terhempas oleh angin. Berjalan disepanjang pinggiran pantai dengan tebaran pasir laut. Keong laut bermunculan berlomba berlarian. “Belum waktunya mentari tenggelam,” seseorang mengagetk

Lukisan Senja Bagian 3

Lukisan Senja Bagian 1   Lukisan Senja Bagian 2   Pikiran mulai terbayang sesosok Andik yang selama 3 tahun menjalin hubungan denganku. Akankan harus menyimpan ketidakharmonisan jalinan ini kepada Ibu? Serasa perang batin. Aku tak ingin membuat ibu bersedih karenaku. “Buk, aku sebenarnya tidak tahu kabar Mz Andik sekarang,” dengan masih berat mengungkapkan kebenarannya. Raut muka ibu berubah lagi, seakan ingin berusaha mengetahui segala halal yang aku alami dengan Mz. Andik. “Kenapa Nduk? Apa kamu ada masalah dengan Andik?,” Ibu masih mengulang dengan pertanyaan yang sama lagi.  Terdiam sesaat. Tanganku mulai bergerak memasukkan adonan donat ke wajan, sambil membolak-balikkan biar matangnya merata. Bibir ini berat menjelaskan kepada ibu, hubunganku tak baik dan itu sudah berakhir sejak 2 bulan. “Aku dan Mz Andik sudah tidak sama-sama lagi buk, kita sudah tak sejalan lagi,” tuturku. “Ya Allah nduk, apa Andik punya wanita lain?”, sangka ibu yang masih belum percaya ap

Pahamilah

Kau keluhkan tak menyadari, Tiadakah kau bersyukur... Gunanya apa? Dengan marahmu itu. Lihatlah..apa kamu tak pernah berpikir? Sedikit ya sedikit saja..mengertilah saat ini dan seterusnya. Dengarkan bibir yang terucap ini Bahwa hidupmu jauh dan jauh lebih baik Pintaku.. Cobalah  lihatlah ke bawah..pasti hatimu akan terkoyak. Wajah-wajah lugu memandangmu dengan binar yang berbeda. Cobalah kau pahami penderitaan anak-anak itu. Tak ada barang mewah yang melekat ditubuh mereka. Jarak jauh mereka tempuh dengan jalan kaki menaiki bukit Menyeberang derasnya sungai.. Demi pendidikan, karena jalan tak sehalus di kota Seperti yang kau tempati sekarang Apakah kamu tetap belum mengerti?? Anak-anak itu Tak gentar..tak surut melangkah Alas kaki dan baju yang lusuh Masih mereka kenakan Mereka ingin belajar Mereka ingin ilmu  Mereka ingin perubahan Dan mereka ingin cita-cita Sadarkanlah dirimu.. Wahai jiwa yang angkuh Beranjakl

Lukisan Senja Bagian 2

Baca dulu  Part 1 Langkah gesit Hamdan turun dari sepeda langsung berlari menuju rumah menenteng ikan hasil pancingan. Bergegas aku menyusul dibelakang Hamdan, melirik jam dinding rumah menunjukkan pukul 6, masih ada waktu menjalankan ibadah sembayang. Rumah sepi tanpa kehadiran semangat Bapak pahlawan keluargaku. Selama 2 tahun merantau ke Kalimantan bekerja mencari rejeki. Tinggal bertiga bersama Hamdan dan ibu. Disaat-saat sepertilah ini aku merindukan bapak, yang harus berjuang sendiri di negeri orang.  Kondisi Pacitan, yang masih dibilang sangat sulit mendapatkan pekerjaan, membuat banyak orang di daerahku pergi merantau. Untungnya ibu masih membuka usaha membuat jajanan kue yang dijual di pasar dan beberapa kantin sekolah. Hasil uang kiriman Bapak hanya dibuat untuk biaya sekolah Hamdan dan diriku. Setelah membersihkan badan dan melaksanakan sholat, aku pun menengok ibu yang masih bergulat dengan adonan tepung sendiri. Aku memulai memecah keheningan. “Buk, adonan donat

Duka Negeri

Tepat dihari pendidikan nasional kemarin yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2016 ada beberapa berita yang membuat orang geram dan marah. Noda yang  tak seharusnya tercoreng ini, menjadi hot news kemarin bahkan hari ini. Peristiwa mahasiswa yang membunuh dosennya di kampus membuat bulu gudukku sekian detik merinding. Batinku seakan tak percaya apa yang telah dilakukan oleh mahasiswa itu. Ah..gila bener tuh anak, tiadakah berpikir apa akibatnya melakukan hal semacam itu.  Wafat ditangan mahasiswanya sendiri, sungguh tragis yang dialami oleh dosen tersebut. Semoga selalu ditempatkan disisi Allah swt (amin) Belum usai dengan berita itu, selang beberapa jam muncul timeline berita ada mahasiswi yang ditemukan meninggal di toilet Kampus UGM. Sontak rasa ngeripun semakin bertambah. Why? Semua ketragisan itu terjadi pada saat moment memperingati Hari Pendidikan Nasional. Deretan kasus dilingkup pendidikan dengan kisah tragis tersebut sangat memprihatinkan di negeri ini.  Apalagi ada sis

Lukisan Senja Bagian 1

Gambar
Bagian 1 Pesona Sunset Pantai Watu Karung Pasir putih Pantai Watu Karung bertebaran menempel disela-sela jari kakiku. Mata tertuju ke arah barat dan memandang langit yang akan berubah warna.  Mengantarkan mentari pulang keperaduannya. Lukisan seluit senja tergores indah, pepaduan warna orange dan biru menambah cantiknya sore ini. Menikmati alam seperti ini adalah caraku bersyukur bahwa diri yang kecil ini masih dapat memandang ciptaan-Nya. Hembusan angin pantai menyergap tubuhku, mata terpejam sejenak. Namun suara panggilan seseorang  terdengar jauh membangunkanku untuk secepatnya beranjak. “Kak Haniii...ayooo kita pulanggg?,” teriak Hamdan yang melengking dengan melambaikan tangan ke arahku. Selagi aku menikmati senja, Hamdan berburu ikan dengan mata pancing yang ia bawa. “Iya dek, tunggu kakak bentar.” jawabku sambil berjalan ke arahnya. Cukup satu jam aku berada di pantai ini, mungkin lain waktu aku akan datang lagi mungkin bersama seseorang nantinya. Entah kapan ti